Donderdag 14 Maart 2013

Batu Badaong


BATU BADAONG

Di sebuah desa di pulau Tanimbar (Maluku), hiduplah seorang pria kaya bersama istri dan 2 orang anak yang sudah tumbuh menjadi seorang pemuda dan seorang gadis, mereka berdua sangat dimanjakan oleh ayah mereka sehingga mereka mempunyai sifat yang malas dan sombong. Mereka memiliki banyak pelayan yang siap melayani semua keinginan mereka.

Ketika ayah mereka meninggal, semua pelayan pergi karena tidak tahan dengan perlakuan mereka. Sehingga sang ibulah yang menggantikan tugas-tugas para pelayan itu. Mulai dari mempersiapkan makanan, menyapu, mengepel, hingga menyetrika dikerjakan oleh ibunya dengan ikhlas. Namun, sungguh tidak terpuji. Kedua anak itu memperlakukan ibu mereka seperti pelayan. Jika ada yang salah mereka tak segan-segan membentak, seperti seorang majikan yang sedang marah kepada budaknya.

Hati ibu yang malang sungguh sangat sakit, tetapi hanya bisa pasrah. Bagimanapun juga, mereka adalah putra-putrinya tercinta. Sekurang-ajar apapun perlakuan mereka, ibunya tetap melayani kebutuhan mereka seperti biasanya. Sering ibu yang malang itu melakukan pekerjaannya sambil meneteskan air mata dan berdoa…

Ampunilah hamba, ya Tuhanku
Hamba gagal mendidik mereka
Hamba gagal menjadikan mereka anak-anak yang berbakti
Ya Tuhanku   
Ya Tuhanku
Bukalah mati hati mereka
Berilah mereka kesadaran
Agar mereka bisa menjadi anak-anak yang yang baik
Yang dapat menghormati orang tua mereka
Dan kembali ke kepada Engkau

Suatu hari ketika mereka bangun tidur dan ingin makan, mereka terkejut melihat meja dalam keadaan kosong. Tak ada makanan dan minuman yang tersaji. Hanya ada panci diatas kompor. Mereka berdua marah dan membanting apapun yang di temukan sambil mencari ibu mereka.

Si pemuda berfikir..pasti ibunya sedang mencuci pakaian di sungai. Merekapun bergegas menuju kesungai. Dan, ternyata benar dugaan pemuda itu; sang ibu sedang mencuci pakaian.
Dalam keadaan marah pemuda itu mengahmpiri ibunya. Tanpa bertanya, langsung ”wesss.. gubrakkk…”, pemuda itu menendang cucian sang ibu hingga terjatuh ke sungai. Ibunya tidak kuasa berbuat apa-apa selain menangis. Tak hanya itu.
Si gadis pun tidak mau ketinggalan. Sementara tangan kirinya memegangi tangan ibunya, tangan kanannya mengayunkan pukulan bertubi-tubi ke tubuh ibunya.
“Ampun nak…. Ada apa gerangan, kenapa kalian memperlakukan ibumu seperti ini?” tanya sang ibu dengan diringi isakan tangis dan cucuran air mata.
“Dasar kau perempuan tua, sampai jam begini aku belum makan. Aku lapar! Kau tak ikhlas yah memasak untukku?” hardik gadis itu sambil terus memukuli tubuh ibunya.
Si Ibu menangis dengan nyaring dan memohon, tapi kedua anak itu tidak mau mendengarkannya. Malah mereka memukulnya lagi dan lagi. Ibu yang malang mendapatkan perlakuan buruk dari sang anak.

Tiba-tiba sang Ibu berhenti menangis, tubuhnya lemah, dan dengan suara tertahan berkata:
“Ayahmu memang meninggalkan banyak kekayaan, tapi tidak akan berlangsung lama. Dan meskipun aku yang melahirkan kalian kedunia ini, mulai sekarang kalian bukan lagi anak-anakku. Aku tidak akan pernah mau kembali kerumah kalian lagi. Kalian bebas melakukan apapun, aku sudah tidak peduli lagi”.
Setelah mengatakan itu, si ibu menyeret tubuhnya ke sebuah batu besar di pinggir sungai. Lalu berujar:
“Wahai batu besar terbukalah. Biarkan aku masuk kedalam. Jadikan aku bunga yang wangi seperti melati putih”
Tak lama setelah itu, perlahan batu itu terbuka. Lalu masuklah sang ibu kedalam batu itu. Dalam sekejap mata batu itu telah tertutup kembali. Setelah beberapa hari, pada batu itu muncul dedaunan dan bunga-bunga berwarna putih yang wangi semerbak.
Apa yang terjadi pada kedua anak tersebut?
Penduduk desa marah serta mengusir mereka.

Hartanya pun diambil  untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di desa tersebut.
Kini yang tertinggal hanya penyesalan.
Menyesal telah berlaku kasar kepada ibu yang telah melahirkan dan merawat mereka. Namun penyesalan tinggal penyesalan, sang ibu telah tiada.

Mereka mendatangi batu dimana ibu mereka tertelan.
 Sambil mengelus batu yang telah ditumbuhi dedaunan dan bunga putih,
mereka menangis tersedu-sedu….
berharap batu itu membuka dan menelan mereka agar bisa bertemu kembali dengan sang ibu tercinta.
                             
PESAN:
            Orang tua adalah wakil Allah didunia ini.
Karena kasih dan sayang Tuhan kita ada di dunia ini, kita di lahirkan oleh ibu kita selama sepanjang perjalanan 9 bulan kita di kandung dalam rahimnya, dan pada akhirnya kita lahir ke dunia ini dengan tangisan yang membuat hati ibu kita bersukacita mendengarnya.
 Kematian yang ia takuti ketika engkau dilahirkan seakan terkubur dalam dan tak akan kembali lagi ketika suara seorang bayi mungil yang terdengar dan butuh belayaian hangat Sang ibunda.
Bertahun-tahun kita dibesarkan olehnya, dengan kasih sayang yang luar biasa,air matanya jatuh sakit, panik yang begitu luar biasa ia rasakan. Namun ketika kita tumbuh menjadi pribadi yang dewasa hanya satu yang ia minta dalam hidup kita

                         “ TETAP ADA DI SISIKU ANAKKU “.
 Hanya kalimat pendek yang ia inginka engkau selalu ada untuknya ketika ia sakit, ketika kaki tak mampu lagi berjalan, ketika ia hanya bisa terbaring di tempat tidur. Harapannya sangat sederhana namun memiliki arti dan harapan yang begitu luar biasa.
Kasih sayang yang dulu ia berikan dengan tulus dan ikhlas ingin ia rasakan lagi dari kita anak-anak yang selama ini memberi arti dalam hidupnya.
dimana dalam Kitab Suci ( Alkitab), keluaran 20:12 berkata:

“Hormatilah Ayahmu dan ibumu,supaya lanjut umurmu ditanah yang dijanjikan Tuhan Allahmu kepadamu”.
Percayalah ketika kita menaati perintah Tuhan dalam kehidupan kita, kita akan menghasilkan buah-buah yang luarbiasa, hidup kita di berkati,masa depan kita diberkati dan kita menjadi pribadi yang berkenan dimata Tuhan.

           Cerita : dari MALUKU
 ( Kompasiana. Paradoks  youly chang )
             Pesan  : Natasia.Wairissal

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking